Closing or Helping?
"Sar, besok ada waktu ga? Ngopi yuk, ada yang pengen gua omongin nih."
Tiba-tiba terima pesan ini di WA saya dari seorang teman yang sudah lama banget ga ketemu. Alih-alih merasa senang, saya malah merasa sedikit curiga, kenapa nih mau ketemuan, jangan-jangan mau nawarin asuransi atau produk multilevel marketing.
Perasaan jadi nano-nano, di satu sisi senang karena bisa ketemu lagi dengan teman lama, tapi di sisi lain muncul rasa enggan juga, kalau-kalau si teman lama ajak ketemuan hanya untuk 'closing-in' kita.
Mengapa ada stigma yang seperti ini?
Bukan tanpa sebab, justru saya pernah 'terjebak' beberapa kali di situasi yang seperti ini, yang pada akhirnya membeli produk karena merasa tidak enak atau karena merasa terpojok.
Biasanya penawaran diakhiri dengan pertanyaan yang cukup menyudutkan seperti, "Masa sih ga bisa investasi 1 juta per bulan demi masa depan?", "Ini cuma menyisihkan 30 ribu per hari loh, jadi kaya cuma ga beli ice coffeenya starbuck", dsb. Sebenarnya logika yang disampaikan cukup bisa diterima sih, tapi entah kenapa ada perasaan seperti dimanfaatkan atau dipojokkan demi closingnya si teman, apalagi biasanya para upline mengajarkan downline nya untuk maju terus pantang mundur, artinya kita bakal di follow up terus menerus. Gawat!
Saya cukup mengerti perasaan "korban closingan" sekaligus mengerti maksud dari si "marketing". Menurut saya penekanan tokoh utama dalam pendekatan penawaran itu sangat penting, pembeli itu kan raja bukan korban. Hehehe ...
Saya pernah beberapa kali menonton cuplikan seminar nya Jack Ma. Beliau banyak menceritakan filosofi Alibaba yang menekankan pada prinsip "menolong orang lain". Pada awalnya saya tidak mengerti, ini jelas bisnis dan fokusnya adalah cuan (baca. menghasilkan uang), kenapa kok malah menceritakan filosofi tentang membantu orang lain.
Menurut Wikipedia, bisnis adalah kegiatan memperjualbelikan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh laba. Jelas tujuan bisnis adalah menghasilkan laba, tidak ada orang yang mau membangun dan mengembangkan bisnis supaya bisa balik modal saja. Namun bagaimana caranya agar sebuah bisnis dapat berkembang? Tentu saja apabila bisnis tersebut juga dapat mendatangkan manfaat (benefit) untuk orang yang menggunakannya, entah berupa produk maupun jasa.
Oleh karena itu, fokus utama dari sebuah bisnis mestinya adalah kepuasan dari konsumen. Apabila sebuah bisnis berhasil membantu konsumen di dalam kebutuhannya, maka akan terjadi transaksi jual beli produk maupun jasa.
Bisnis toko kelontong akan berjalan apabila keberadaan toko tersebut membantu penduduk sekitarnya mencari barang kebutuhan sehari-hari, oleh karena itu pemilik toko kelontong tentunya akan memperhatikan kebutuhan audiencenya dan mengusahakan agar produk terkait tersedia di tokonya. Apabila toko kelontong tersebut ada di dalam komplek perumahan kecil yang dihuni oleh keluarga-keluarga muda, tentu saja pengusaha yang bijak akan menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari dengan cemilan yang menggoda. Mana ada keluarga muda yang butuh pampers orang dewasa atau cangkul? Dengan demikian keberadaan toko kelontong akan membantu aktivitas keluarga-keluarga muda yang ada.
Jadi, apabila kita memperhatikan kebutuhan orang lain dan memiliki keinginan atau niat untuk menolong orang lain, niscaya closing pun akan terjadi. So, closing or helping? Ya jelas helping, then ... closing. Hehehe
Comments
Post a Comment